[SINOPSIS]
Dahulu kala, di Teluk Tapanuli, terdapat dua kerajaan yang bertetangga: Kerajaan Batara yang luas dan makmur di daratan Sumatera serta Kerajaan Situngkus, sebuah kerajaan kecil di pulau terpencil. Kerajaan Batara terkenal dengan rakyatnya yang banyak, tanahnya subur, serta wanita-wanitanya yang cantik. Sebaliknya, Kerajaan Situngkus memiliki sedikit penduduk, terutama perempuan, sehingga banyak pemuda harus merantau untuk mencari istri.

Di Kerajaan Situngkus, lahirlah seorang pangeran yang telah lama dinantikan oleh rajanya. Sejak kecil, ia dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan dibekali berbagai keterampilan. Namun, meskipun gagah, wajahnya tidak terlalu tampan. Ketika beranjak dewasa, sang raja memerintahkannya untuk berkelana mencari pendamping hidup dari luar pulau agar bisa meneruskan takhta kerajaan.
Pangeran pun berlayar menuju daratan Sumatera. Di sebuah pancuran tempat para gadis mencuci pakaian, ia terpikat oleh seorang gadis yang luar biasa cantik. Setelah mengamati lebih dekat, ia mengetahui bahwa gadis itu adalah Putri Nala, putri Raja Batara. Semakin yakin, pangeran pun kembali ke Pulau Situngkus dan menyampaikan keinginannya kepada sang ayah.
Raja Situngkus menyetujui dan segera mengutus dua orang kepercayaannya, Mail dan Maul, untuk melamar Putri Nala. Namun, ketika mereka menyampaikan niat baik ini, Raja Batara dan Putri Nala menolak. Sang putri tidak mengenal Pangeran Situngkus dan merasa aneh bahwa seseorang yang belum pernah ia temui ingin menikahinya. Sementara itu, Raja Batara merasa Kerajaan Situngkus terlalu kecil dan tidak pantas menjadi sekutu kerajaannya yang besar.
Meski demikian, Raja Batara tidak ingin menolak secara langsung. Maka, ia mengusulkan pertemuan di Muara Sibuluan untuk melihat sendiri seperti apa Pangeran Situngkus. Tiga hari kemudian, rombongan Kerajaan Situngkus tiba dengan perahu kayu dan rakit bambu, membawa berton-ton ikan sebagai hadiah. Namun, mereka tampak sederhana, tidak berbusana mewah, dan berbau amis. Perbedaan ini membuat Putri Nala semakin tidak tertarik dan menyampaikannya kepada ayahnya.

Agar tidak menolak secara terang-terangan, Raja Batara memberikan syarat yang mustahil: Pangeran Situngkus harus menyatukan Pulau Sumatera dengan Batu Situngkus serta mengubah daerah gersang menjadi subur. Permintaan itu membuat rakyat Situngkus marah. Mereka merasa Raja Batara hanya mencari alasan untuk menolak lamaran dan merendahkan mereka. Akibatnya, perang pun pecah.
Ternyata, pasukan Situngkus lebih kuat. Mereka memiliki meriam api dan menguasai ilmu batin yang ampuh. Setiap malam, mereka menghujani Kerajaan Batara dengan serangan bertubi-tubi. Bukit Batara pun terbakar, istana hancur, dan kerajaan itu musnah tanpa mampu memberikan perlawanan berarti.
Hingga kini, Bukit Batara tetap tandus. Penduduk setempat percaya bahwa tempat itu dihuni oleh arwah korban perang, menjadikannya tempat yang dianggap angker dan menyimpan kisah tragis dari masa lalu.
---
Penyunting: Alma Tegar
Ilustrator: Grace Rachel Valencia Siahaan
Naskah cerita ini telah melalui proses Lokakarya Kesepakatan Para Tokoh Masyarakat dan Budayawan Sibolga-Tapteng pada 2023
Baca lebih lengkap dalam Buku Antologi Cerita Rakyat Pasisi Sibolga - Tapanuli Tengah
Commentaires