top of page

PENUTUR BAHASA MELAYU PESISIR, AKANKAH SEGERA PUNAH?

23 Oktober 2025


Menjawab tantangan revitalisasi bahasa melalui Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI)


Arus globalisasi yang kian tanpa batas menjadi sebuah tantangan besar yang tidak dapat dipungkiri telah mempengaruhi aspek kehidupan berbahasa, salah satunya adalah eksistensi bahasa daerah Pesisir. Bersama dengan bahasa daerah lain, bahasa ini turut mendapatkan tekanan perkembangan zaman. Sehingga secara implisit dituntut untuk mampu bersaing, setidaknya bertahan dari kepunahan. Kenapa hal ini bisa terjadi? Tentu saja alasan utamanya adalah regenerasi penutur yang lambat. Selain efek modernisasi, kompleksitas berbagai faktor berkontribusi memberikan peran yang cukup signifikan.  


Hilangnya peran orang tua sebagai agen utama bahasa ibu 


Orang tua adalah sekolah pertama bagi anak. Bagaimana orang tua berinteraksi dan mendidik menjadi fondasi pertumbuhan anak bukan hanya pembentukan karakter, budaya dan nilai, tetapi juga keterampilan berkomunikasi. Orang tua zaman dulu mungkin tidak mengalami kendala dalam mengenalkan bahasa Pesisir sebagai bahasa pengantar di rumah. Sebagaimana pernikahan yang kebanyakan terjadi pada saat itu adalah sesama suku. Namun dengan kemajuan teknologi dan informasi yang turut mendorong percepatan urbanisasi menyebabkan fenomena pernikahan antarsuku bahkan antarnegara. Sehingga kondisi lingkungan anak untuk bertumbuh lebih multikultural atau disebut juga sebagai keluarga modern. Hasil asimiliasi budaya ini, bagaimanapun telah mempengaruhi cara berkomunikasi, baik itu pasangan ayah-ibu, maupun kedua orang tua kepada anak-anak mereka.


ree

Pada akhirnya, bahasa Indonesia menjadi jalan tengah yang lebih mudah dan praktis untuk dimengerti dalam berinteraksi. Bahkan tidak sedikit pula yang menggunakan bahasa asing sebagai bagian dari tuntutan kompetisi global, karena dianggap dapat membantu keberhasilan akademik sang anak kelak. Pada poin ini, bahasa Pesisir tentunya mulai kehilangan ruang untuk diperkenalkan dan diwariskan dari tingkat rumah tangga.


Kondisi masyarakat yang majemuk

                   

Keluarga bukan satu-satunya alasan kenapa penutur bahasa Pesisir memudar. Paparan lingkungan eksternal sejatinya bisa sangat kuat mempengaruhi seseorang untuk beradaptasi memperoleh suatu bahasa. Namun faktanya, Sibolga dan Tapanuli Tengah dihuni oleh beragam etnis yang membawa tutur bahasa masing-masing, antara lain etnis Toba, Minang, Jawa, Nias, Mandailing, dan Melayu Asahan. Percampuran budaya seperti ini justru melemahkan intervensi masyarakat dalam menghidupkan bahasa. Sebab irisan bahasa lokal kian terbatas hanya terjadi di lingkaran-lingkaran kecil. 


Akibatnya, generasi muda yang seharusnya bisa menyerap dan mengekspresikan bahasa, hanya mampu menjadi penutur pasif. Yaitu seseorang yang memahami arti bahasa, namun tidak cakap menggunakannya di konteks kehidupan sehari-hari.


Fenomena malu berbahasa daerah


Selain itu, muncul stigma oleh generasi alpha (kelahiran mulai tahun 2010) bahwasanya bahasa Pesisir dianggap sebagai ‘citra’ kalangan sosio-ekonomi rendah. Budaya pesisir melekat erat dengan kehidupan masyarakat nelayan di sepanjang pantai barat Sumatera Utara. Kebanyakan interaksi para penutur dalam berkomunikasi terdengar cenderung kasar dan vulgar.


Sementara, gen alpa sendiri dibentuk oleh pandangan global melalui media digital. Hal ini menyebabkan mereka memiliki gaya bahasa tersendiri sehingga lebih tertarik mengikuti tren daripada memakai bahasa daerah. Dengan pergeseran pandangan generasi ini, bahasa Pesisir semakin terdorong menjadi bahasa minoritas yang tidak dapat menembus tren anak muda.


Membangkitkan kecakapan anak muda untuk berbahasa daerah Pesisir


Berbagai upaya regenerasi penutur bahasa daerah pun akhirnya dilakukan demi melestarikan bahasa lokal sebagai identitas budaya yang patut dipertahankan. Untuk itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa – Kemendikdasmen) melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Tengah telah sukses menyelenggarakan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) dengan sasaran siswa jenjang SD dan SMP, berlangsung pada tanggal 8-9 Oktober 2025.


ree

Terdapat 6 kategori lomba yang dirumuskan, berfokus pada meningkatkan kemampuan peserta dalam memproduksi bahasa serta memperkenalkan tokoh sastrawan pesisir. Kategori tersebut antara lain menulis dan membaca puisi karya Hamzah Fansuri, mendongeng, menulis cerpen, berpidato, melawak tunggal, dan tembang tradisi.


Festival ini disambut antusias. Terbukti dengan meningkatnya keikutsertaan peserta lomba dari tahun sebelumnya yang kini berjumlah 16 Sekolah Dasar dan 20 Sekolah Menengah Pertama dari seluruh wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah.


PLT Kepala Dinas Pendidikan, Johannes Simanjuntak, S.Pd.,MM di dalam pidatonya mengatakan bahwa festival ini bertujuan untuk memantik rasa cinta anak muda sehingga lebih percaya diri berbahasa Pesisir. Tentu saja ini bukan sekadar selebrasi tahunan, tetapi lebih dari pada itu, kegiatan ini  sejalan dengan visi Kabupaten Tapanuli Tengah untuk menghasilkan anak-anak generasi cerdas yang menonjolkan 3 dimensi, kuat dari segi akademik, karakter dan budaya.


Komitmen pelestarian bahasa daerah Pesisir lewat upaya kolaborasi Pemerintah – Sekolah – Komunitas


Forum Komunitas Kreatif (FKK) Sibolga – Tapanuli Tengah turut hadir memberikan kontribusi pemikiran dalam kebutuhan instrumen sastra daerah untuk penjurian lomba, yang menugaskan Susan Hutabarat, S.Pd.Gr. untuk Jenjang SMP dan Yani Aisyah Batubara, S.Pd untuk Jenjang SD. Setelah memeriksa hasil tulisan dan melihat penampilan para peserta yang begitu semangat dan percaya diri menunjukkan yang terbaik di atas panggung, saya dapat merasakan optimisme bibit penutur bahasa Pesisir telah lahir di dalam jiwa mereka, generasi alpa.


ree

Hingga saat ini, belum ada pendataan jumlah akurat penutur bahasa Pesisir di Sibolga dan Tapanuli Tengah, maupun perantau yang menyebar di seluruh negara. Revitalisasi bahasa daerah adalah misi besar yang membutuhkan langkah konkret dan keseriusan dari berbagai pihak. Maka dari itu, FKK Sibolga Tapteng secara konsisten mendukung pemerintah dalam merevitalisasi bahasa Pesisir yang berkelanjutan sehingga memberikan dampak positif bagi keberlangsungan budaya asli dan bahasa Pesisir.


(SHB)

Comments


Logo FKK-01.png
Logo FML b-06.png
Logo Runduk Art Studio-02.png
Brand-02_edited.jpg

Official Merchandise

Logo FKK [Recovered]-06 b.png

SK Menteri Hukum dan HAM RI No:
AHU-0029695.AH.01.04. Tahun 2021

0821 1551 0233 / 0852 7724 6409

  • YouTube
  • Instagram
  • Facebook

©2025 by FKK Sibolga Tapteng

Supported by

Warung Etek Bungsu bw.png
logo almus re.png
logo alumni al-muslimin REV.png
bottom of page