13 Juli 2024
Tahun 2022 silam, tersusunlah sebuah buku yang menghimpun pemikiran para pencinta pariwisat Indonesia yang terdiri dari akademisi, pakar, dan pelaku industri pariwisata. Buku ini mengambil judul yang serupa dengan tema World Tourism Day saat itu, Rethinking Tourism.
18 judul tulisan yang memberikan sebuah cara pandang baru berdasarkan perkembangan dan fenomena pariwisata yang telah dilalui negara sejauh ini, terbagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) cara pandang tentang pariwisata dan kepariwisataan; (2) peluang dan tantangan; dan (3) menuju pariwisata Indonesia yang berkualitas, berkelanjutan, dan berdaya saing.
Sebuah kehormatan dan pengalaman yang berharga untuk berkomunikasi dengan seluruh tokoh-tokoh utama pariwisata Indonesia, salah seorang anggota FKK Sibolga Tapteng, Alma Tegar, terlibat aktif dalam proses penyusunan 18 judul tulisan tersebut menjadi sebuah buku yang menarik.
Bukan hal yang kebetulan, karena pemrakarsa dan pimpinan tim penulis, Dr. Myra P. Gunawan, adalah pembina dan pendorong terbentuknya cikal-bakal FKK Sibolga Tapteng pada tahun 2019, melalui Festival Gerhana Matahari Cincin. Kerena beliau memahami pentingnya peran komunitas pemuda yang semangat dan kreatif untuk perkembangan destinasi pariwisata.
Satu tahun sejak buku tersebut telah ‘dihadiahkan’ kepada publik, khususnya Kemenparekraf sebagai lembaga tinggi negara yang bertanggung jawab atas perkembangan pariwisata di Indonesia, kesempatan itu pun datang berupa audiensi Tim Buku Rethinking Tourism Indonesia dengan Menparekraf, Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.B.A., M.B.A. di pertengahan Juni yang lalu. Pertemuan ini dihadiri oleh 12 orang tim penyusun buku dan para pejabat dan staf di kementerian.
Pertemuan tersebut berlangsung hangat dimulai dari pembukaan oleh Prof. Dr. Ir. Dwisuryo Indroyono Soesilo, dilanjutkan perkenalan masing-masing tim penyusun buku berserta isu strategis dan pemikiran yang dituliskan di dalam buku, penjelasan rangkuman buku dari Dr. Myra P. Gunawan, tanggapan dari Menparekraf, hingga diskusi yang konstruktif dan saling menginspirasi.
Kesempatan ini dimanfaatkan Alma Tegar, sebagai penggiat di tingkat akar rumput, menyampaikan bahwa komunitas sebaiknya sudah tidak lagi dianggap sebagai objek dari program-program pemerintah, tetapi harus diposisikan sebagai mitra strategis. Terbukti banyaknya upaya keswadayaan komunitas untuk berperan memberikan dampak yang signifikan di lapangan. Sayangnya sering sekali antara komunitas dan pemerintah berjalan sendiri-sendiri padahal memiliki tujuan yang sama.
Pola dukungan telah dilakukan oleh Kemenparekraf dan beberapa kementerian lain, dan hal ini benar-benar berdampak pada perkembangan komunitas termasuk daerah dimana mereka bergerak. Tidak sedikit Festival Pariwisata dan Budaya yang bagus dikelola oleh komunitas, termasuk berbagai program yang dilakukan dan karya yang dihasilkan komunitas yang bermanfaat.
Contoh terakhir adalah program IDLP yang dilaksanakan oleh Kemenparekraf membuktikan banyaknya para Local Champion dari berbagai komunitas di seluruh Indonesia telah bergerak dalam kemandirian dan serba keterbatasan, bahkan sering sekali dengan ‘nafas’ yang tersenggal-senggal. Kondisi ini harus segera direspon dengan baik agar energi dan sumber daya yang ada bisa terakumulasi secara optimal untuk pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan.
Dari sudut pandang pemerintah, paradigma lama harus segera diubah. Kemitraan bersama komunitas sebaiknya dibangun dengan sasaran yang terukur dan bisa dilakukan dalam jangka panjang serta berkesinambungan. Termasuk ‘menjembataninya’ dengan dukungan pendanaan dari swasta dan BUMN. Sehingga program benar-benar bisa dijalankan oleh personil yang kompeten dan berintegritas, serta terus-menerus tanpa ada ‘kemacetan’ karena prosedur penganggaran yang biasanya dihadapi oleh pemerintah.
Gagasan ini direspon dengan baik oleh Menparekraf sekaligus memberikan contoh sukses dari keberjalanan Desa Wisata yang dinisiasi, dibangun, dan dikelola oleh komunitas dimana local champion itu berada. Sudah banyak program pengembangan desa wisata ini melibatkan para local champion yang berhasil untuk membagikan pengalamannya kepada desa-desa lain yang sedang merintis. Bahkan Menparekraf berpesan untuk siapa pun Menteri berikutnya, sebaiknya program Desa Wisata ini harus dilanjutkan.
Pertemuan audiensi ini ditutup dengan foto bersama dan saling memberikan cenderamata. Semoga paradigma baru dalam memposisikan peran komunitas sebagai mitra strategis pembangunan kepariwisataan dapat direspon dan diimplementasikan dengan baik oleh pemerintah baik pusat hingga daerah.
(ATR)
Comments