top of page
  • Writer's pictureFKK Sibolga-Tapteng

KILAS BALIK CERITA PERJUANGAN BULAN LESTARI 2020

21 Desember 2021


Dalam setiap pilihan, tersimpan tantangan untuk mewujudkannya. Ketika FKK Sibolga Tapteng memiliki rencana membagi tahun dalam tiga segmen tematik, yaitu Bulan Budaya, Bulan Kreasi, dan Bulan Lestari, setiap dari segmen tersebut harus memiliki perwujudan besar berupa even. Bulan Lestari merupakan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya dengan Festival Mangure Lawik sebagai even terbesarnya, sekaligus menjadi puncak dan penutup tahun.


Dalam upaya realisasi Festival Mangure Lawik yang diharapkan menjadi agenda tahunan yang digelar setiap tanggal 21 November (Hari Ikan Nasional), FKK Sibolga Tapteng menempuh segala upaya dalam diskusi, sosialisasi dan komunikasi antar lembaga agar dapat terlaksana secara ideal dan penuh makna. Festival Mangure Lawik mulai coba dilaksanakan pada tahun 2020 dengan mengusung tema “Lestari Budayaku, Lestari Bahariku”. Pada pelaksanaannya, perjuangan FKK Sibolga Tapteng dalam segmen Bulan Lestari 2020 menjadi cerita yang menarik untuk diulas kembali.


Diskusi dan Sidang bersama MUI Kota Sibolga


Menyadari bahwa ritual Mangure Lawik telah mendapatkan kecaman dari kalangan ulama karena praktik kesyirikan didalamnya, tahun 2004 adalah masa terakhir kali Mangure Lawik diselenggarakan secara besar-besaran, usai itu ritual ini tidak diperbolehkan lagi. Pada tanggal 24 Agustus 2020, FKK Sibolga Tapteng melakukan audiensi bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Sibolga terkait rencana digelarnya Festival Mangure Lawik 2020 dengan penawaran rumusan bentuk baru yang tidak lagi berbentuk ritual yang menggunakan media sesajen tetapi mengubahnya menjadi media instalasi terumbu karang yang lebih memiliki manfaat. Tentu saja, tidak semudah apa yang dibayangkan, keinginan FKK Sibolga Tapteng agar tetap dapat menggunakan istilah Mangure Lawik sebagai judul kegiatannya menjadi perdebatan sengit dari para ulama yang menganggap bahwa stigma Mangure Lawik dalam perspektif budaya sudah mengental dari sisi ritual.



MUI Kota Sibolga pada saat itu merekomendasikan perubahan nama agar tidak mengundang opini publik yang menyalah tentang ritual Mangure Lawik yang dulu pernah dilakukan. FKK Sibolga Tapteng terus memberikan argumentasi terkait pentingnya istilah Mangure Lawik untuk menjadi judul besar karena pada dasarnya memiliki nilai filosofi yang positif dan sudah dikenal sebagai bentuk kebudayaan yang dulunya ritual kini diubah menjadi festival dengan sasarannya berupa pencerdasan publik tentang upaya melestarikan budaya dan ekologi bahari, sekaligus menjadi even pariwisata. Setelah melewati diskusi yang panjang, di forum diskusi Duduk Samo Dusanak (pra-acara) pada tanggal 28 Agustus 2020, MUI memberikan dukungannya.


Komunikasi Lintas Lembaga


Festival Mangure Lawik 2020 pada awal pelaksanaannya harus menghimpun lembaga-lembaga terkait demi menyukseskan maksud dan tujuannya. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas PKPLH, tokoh pemerhati Budaya Pesisir, Himpunan Nelayanan Seluruh Indonesia (HNSI), Komunitas 1000 reefball, Komunitas Penjaga Pantai Barat (Komantab) Sumtera Utara dan komunitas lainnya yang berkonsentrasi pada isu lingkungan dan kelautan. FKK Sibolga Tapteng menjalin komunikasi yang intensif dengan lembaga tersebut untuk mengkomunikasikan Festival Mangure Lawik agar terselenggara secara ideal dan mendapatkan dukungan dari seluruh pihak.



Semangat pelestarian budaya, lingkungan hidup, perikanan dan pariwisata ini juga dipegang oleh FKK Sibolga Tapteng dengan memaparkan konsep Festival Mangure Lawik 2020 secara langsung kepada para diaspora Sibolga Tapteng di Jakarta dan Bandung, termasuk tokoh nasional, Bapak Ir. Akbar Tanjung beserta keluarga Ibu Nina Akbar Tanjung dan Fitri Krisnawati Tanjung yang juga merupakan Ketua Yayasan Maju Tapian Nauli (Matauli). Pertemuan tersebut membuahkan hasil berbentuk support dari STPK Matauli sebebagai mitra kolaboratif FKK Sibolga Tapteng di Festival Mangure Lawik 2020.


Duduk Samo Dusanak (DSD)


Meneruskan upaya komunikasi lintas kelembagaan, dalam skema Festival Mangure Lawik 2020, dilaksanakan salah satu pra-acara yang mempertemukan pihak-pihak terkait ke dalam sebuah forum resmi yang bertemakan diskusi yang dinamakan ‘Duduk Samo Dusanak’. Menjadi salah satu agenda penting dalam misi sosialisasi dan edukasi serta menggali informasi terkait hal mendetail yang menjadi isu strategis digelarnya Festival Mangure Lawik 2020.



Ruang diskusi ini juga bertujuan untuk menyamakan persepsi dan saran masukan serta penambah wawasan dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dibidangnya. Sepanjang Agustus hingga Oktober sebelum menuju puncak pelaksanaan Event Mangure Lawik 2020 pada bulan November. FKK Sibolga Tapteng melaksanakan Duduk Samo Dusana (DSD) sebanyak 3 kali dengan topik beragam yaitu:


“Tantangan Pelestarian Budaya Pesisir Sibolga”

28 Agustus 2020

Dengan Narasumber:

  • Sahat Simatupang, SE, MM selaku Ketua Lembaga Budaya Pesisir Pantai Barat Sumut

  • Syafriwal Marbun selaku Pemerhati Budaya Pesisir Sibolga Tapteng

  • Refelina Puspita, S.Pd., M.Si selaku Guru Seni Budaya SMAN 1 Matauli Pandan


“Mengembalikan Pesona Bahari Teluk Tapian Nauli”

18 September 2020

Dengan Narasumber:

  • Mulyadi Simatupang, S.Pi., M.Si selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara

  • Harry Alfauzan Manalu selaku Founder 1000 reefball

  • Bastian P. Silalahi, S.Pi. M.Si selaku Dosen STPK Matauli


“Sinergi Sibolga Tapteng Menuju Pesona Indonesia”

22 Oktober 2020

Dengan Narasumber:

  • Ahmad Sofyan, SE selaku Manajer Keuangan dan Umum PT Pelindo I Sibolga

  • Afrizal Prima Pohan selaku Pengusaha Travel Wisata ZNP Trip dan KIBA

  • Alma Tegar Nasution, ST, MP.Par selaku Perencana Kepariwisataan dan Ketua FKKST


Launching Festival Mangure Lawik 2020 dan Pengenalan Rabo


Usai menggelar rangkaian pra-acara berbentuk diskusi dalam Duduk Samo Dusanak, pada tanggal 21 November 2020 di hari puncak Festival Mangure Lawik, pelaksanaannya akhirnya digelar terbatas karena pertimbangan pandemi Covid-19 dan hasil diskusi dengan Walikota Sibolga pada saat itu, FKK Sibolga Tapteng menggelar acara berupa Launching Festival Mangure Lawik 2020 dan Pengenalan Rabo (instalasi tempat tumbuhnya terumbu karang) sebagai media baru dalam prosesi Mangure Lawik pengganti kepala kerbau yang dulunya digunakan sebagai media utama dalam ritual seperti sesajen untuk dilarungkan.


Acara Launching Festival Mangure Lawik 2020 digelar di pusat kuliner Pajak Ujung Sibolga (Pajus) yang dihadiri langsung oleh Walikota Sibolga beserta para OPD, Ketua Yayasan Matauli, Ibu Fitri Krisnawati dan Petinggi STPK Matauli Pandan, TNI, Polri, para tokoh budaya dan nelayan, dan komunitas masyarakat. Selain memperkenalkan Rabo, acara juga diisi dengan penampilan seni dari para insan seniman muda dari sekolah dan sanggar yang ada di Sibolga-Tapanuli Tengah. Pada inti acaranya, FKK Sibolga Tapteng dan Pemerintah Kota Sibolga oleh Walikota menanda tangani Piagam Lestari Budayo Bahari Siboga 2020 sebagai penanda dimulainya komitmen bersama dalam upaya pelestarian budaya dan bahari dalam event Festival Mangure Lawik.


Desain Rabo Gadang dan Zona Konservasi


Perwujudan dari gagasan transformasi budaya dari ritual Mangure Lawik yang diubah konsepnya menjadi sebuah festival secara fundamental adalah mengubah item utama dari prosesi adat yang lama berupa persembahan ditanamnya (penghanyutan) kepala kerbau diganti dengan penanaman intstalasi jarring laba-laba struktur besi yang akan menjadi media tumbuhnya terumbu karang di zona konservasi laut (tempat khusus penanamannya). Dalam dunia perikanan, instalasi untuk rumah ikan ini disebut rumpon dan dalam bahasa lokal pesisir disebut Rabo. Maka disepakati bahwa instalasi ini dinamai dengan Rabo Gadang.


Dalam perencanaannya, Rabo Gadang akan ditanamkan dalam prosesi Mangure Lawik setelah diarak dari kota dan diadatkan terlebih dulu menuju lokasi zona konservasitempat pemulihan ekosistem bahari yang telah dipetakan sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 87/KEPMEN-KP/2020 yang pada forum Duduk Samo Dusanak II disepakati lokasinya berada di Pulau Talam, salah satu pulau digugusan Pulau Mursala. Rangkuman dari segala upaya dalam kemasan Festival Mangure Lawik ini adalah terselenggaranya acara berbasis tradisi yang khas, berdampak pada lingkungan hidup dan kelangsungan bahari serta daya tariknya akan menarik wisatawan untuk datang berkunjung. Dengan mengakarnya Mangure Lawik sebagai budaya yang menjadi identitas masyarkat pesisir, akan lebih baik pula dampaknya bagi kehidupan masyarakat Pesisir Sibolga-Tapanuli Tengah.


(IAS)




30 views0 comments
bottom of page