top of page

SIBOLGA 325 TAHUN: KOTA TUA YANG KEHILANGAN JEJAK

11 September 2025


Sibolga adalah salah satu kota tua di pantai barat Sumatra. Usianya sudah lebih dari 325 tahun, sebuah rentang waktu yang seharusnya menghadirkan jejak panjang sejarah kota, baik berupa bangunan, tata ruang, maupun tradisi. Namun, realita di lapangan justru memperlihatkan sebaliknya dimana jejak sejarah yang masih bisa disaksikan secara fisik sangatlah terbatas.


Beberapa waktu lalu, publik menyambut baik peluncuran buku Sejarah Masjid Agung Sibolga. Upaya ini menjadi contoh penting karena menghadirkan dokumentasi sejarah yang jarang ditemukan. Masjid Agung bukan hanya simbol spiritual, tetapi juga bukti bahwa Sibolga memiliki akar sejarah yang kuat. Sayangnya, di luar dokumentasi seperti ini, bukti fisik cagar budaya atau bahkan sekedar papan informasi sejarah tidak ditemukan. Begitu pula dengan bukti pada cagar budaya lain yang semakin sulit ditemukan.


ree

Salah satu bangunan tua di Kawasan Pelabuhan Lama


Ambil contoh kawasan Pelabuhan Lama. Kawasan ini sesungguhnya menyimpan jejak penting perdagangan dan peradaban pesisir. Namun, bangunan-bangunan tua di sana banyak yang telah berubah fungsi menjadi gudang atau bangunan utilitarian lain. Alih fungsi semacam ini mereduksi potensi kawasan bersejarah sebagai destinasi wisata budaya. Padahal, kota-kota pelabuhan lain telah berhasil menjadikan kawasan lama mereka sebagai pusat wisata heritage sekaligus ruang ekonomi kreatif, seperti di Kota Tua Jakarta dan Semarang. (baca: gagasan pendekatan urban regeneration untuk pembenahan ruang kota).


Ironinya, meskipun usia Sibolga sudah mencapai 325 tahun, sangat sedikit sekali bangunan yang secara resmi ditetapkan sebagai cagar budaya di tingkat daerah, dan belum ada satu pun yang masuk dalam daftar cagar budaya tingkat nasional. Kondisi ini membuat pelestarian berjalan tanpa program dan pijakan hukum yang kuat, sehingga bangunan bersejarah rawan diabaikan atau dialihfungsikan.


Situasi ini makin terasa janggal jika diingat bahwa Sibolga tergabung dalam Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI). Anggota JKPI tidak banyak, dan terpilihnya Sibolga sejatinya merupakan pengakuan bahwa kota ini menyimpan nilai pusaka penting. Namun, status itu belum tercermin dalam kondisi nyata. Minimnya program revitalisasi kawasan lama, terbatasnya regulasi pelestarian, serta lemahnya perhatian terhadap pendidikan sejarah lokal menunjukkan bahwa keanggotaan JKPI masih sebatas label, belum menjadi motor penggerak pelestarian.


Persoalan pengetahuan masyarakat juga menjadi bukti keadaan. Sejarah lokal tidak mendapat ruang cukup dalam pendidikan formal. Muatan lokal yang seharusnya memperkenalkan anak-anak pada identitas dan sejarah kotanya jarang disentuh. Akibatnya, generasi muda tumbuh tanpa keterikatan emosional terhadap sejarah Sibolga. Bagi mereka, bangunan tua hanyalah infrastruktur usang, bukan pusaka yang harus dijaga. Bahkan tanyakan siapa itu Datum Itam dan Tuanku Dorong Hutagalung, atau bagaimana sejarah hidup Ferdinand Lumban Tobing, mungkin sangat sedikit dari mereka yang benar-benar tahu.


ree

Salah satu cagar budaya: Bunker - Benteng Ketapang Sibolga dengan intervensi pembangunan yang tidak tepat


Kota berusia 325 tahun seharusnya memiliki wajah yang mencerminkan perjalanan sejarah panjangnya. Namun, yang terjadi di Sibolga justru sebaliknya dimana identitas kota makin kabur dan potensi pariwisata budaya belum terkelola dengan baik. Bila kondisi ini dibiarkan, Sibolga hanya akan tercatat sebagai kota tua di atas kertas, tanpa jejak nyata yang bisa diceritakan kepada generasi berikutnya.


Saatnya berbenah. Pemerintah daerah perlu merumuskan langkah konkret untuk menghidupkan kembali wajah kota lama, dari melakukan riset (dapat berkolaborasi dengan perguruan tinggi), penetapan dan perlindungan bangunan bersejarah, revitalisasi kawasan bersejarah seperti Pelabuhan Lama, hingga memperkuat kurikulum muatan lokal.


Pemilik aset pun harus didorong untuk melihat pelestarian bukan sebagai beban, melainkan sebagai keunikan untuk peluang bisnis. Masyarakat, terutama generasi muda, perlu diberi ruang untuk terlibat dalam menjaga dan memanfaatkan cagar budaya, termasuk untuk komunitas penggiat, seperti FKK Sibolga Tapteng yang berpotensi sebagai mitra dalam pemetaan sumber daya budaya (baca: program untuk ini) dan menyelenggarakan tur-tur atau paket wisata sejarah di Sibolga, baik itu untuk pelajar, masyarakat, maupun wisatawan.


Usia Sibolga 325 tahun adalah modal besar untuk membangun citra sebagai kota pusaka yang hidup. Agar status sebagai anggota JKPI tidak berhenti sebagai formalitas, kita harus bergerak bersama, mengubah kota tua tanpa jejak menjadi kota pusaka yang benar-benar layak dibanggakan.


(ATR)

Comments


Logo FKK-01.png
Logo FML b-06.png
Logo Runduk Art Studio-02.png
Brand-02_edited.jpg

Official Merchandise

Logo FKK [Recovered]-06 b.png

SK Menteri Hukum dan HAM RI No:
AHU-0029695.AH.01.04. Tahun 2021

0821 1551 0233 / 0852 7724 6409

  • YouTube
  • Instagram
  • Facebook

©2025 by FKK Sibolga Tapteng

Supported by

Warung Etek Bungsu bw.png
logo almus re.png
logo alumni al-muslimin REV.png
bottom of page